Sekeping Kisah Penulis yang Tak Bisa Menulis: Bukti Bahwa Memperbaiki Diri Tak Mengenal Kata Terlambat
"Ya, tanganku adalah ‘nyawaku’. Sehingga patah kedua tulang tangan adalah hal terpahit bagiku...." Hujan jatuh saling susul di Bumi Sriwijaya. Tiga puluh menit sudah Aku berdiam di samping jendela, berharap entah melihat apa. Pulpen ungu yang selalu Aku gunakan untuk mengukir syair hidup, teronggok berdebu di atas meja, setelah sebulan lamanya Aku tinggal koma . Kecelakaan lalu lintas, trauma pasti. Apalagi yang direnggut adalah ‘nyawaku’ satu-satunya. Ya, tanganku adalah ‘nyawaku’. Sehingga patah kedua tulang tangan adalah hal terpahit bagiku yang seorang penulis yang selalu berharap menulis buku best seller . Shit ! Rupanya Tuhan menantangku ! Aku akan buktikan bahwa Aku bisa tetap menjadi manusia sejarah yang meninggalkan ‘jejak sejarah’. Aku akan meninggalkan tulisan dalam sebuah buku. *** Namanya Ren. Seorang lelaki humor teman kuliahku dulu yang selalu menjadi ‘komentator’ t...